Minggu, 28 Februari 2016

04.13

Mendidik Sadar Sampah

Mendidik Sadar Sampah

PENDIDIKAN lingkungan hidup di negeri ini, jika menyentuhsampah, biasanya hanya berujung pada peringatan "jangan buangsampah sembarangan". Namun bagaimana siswa dilatih dan dididik untuk mengenal jenis-jenis sampah dari kehidupannya sehari-hari sangatlah jarang.
Karena itu jangan heran jika anak-anak SD meski sudah diajarkan lingkungan hidup, tetap saja membuang sembarangan botol atau gelas minuman ringan, serta tidak peduli dimana ia meletakan bekas bungkus makanan jajanannya. Persoalan sampah yang paling elementer adalah kemampuan dan pengetahuan memilahsampah. Artinya bukan sekadar membuang sampah di tempatnya, namun mampu membedakan minimal mana sampah organik dan anorganik.
Parahnya sebagian besar masyarakat di negeri ini malas memilahsampah, tak mengerti mana sampah organik-anorganik, serta nyaris tiada sosok panutan (baca: pejabat) dalam memilah sampah. Satu lagi, fasilitas memilah sampah mulai dari rumah tangga hingga ruang publik sangat minim. Warga pun enggan berlama-lama menyimpan sampah.
Singapura atau Jepang, sering menjadi sasaran studi banding pejabat negeri ini, untuk belajar bagaimana mengolah sampah. Para pejabat juga tahu, bagaimana bangsa itu dikagumi karena kota-kotanya yang bersih, rapi, serta tingginya kesadaran warga akan kebersihan.
Tentu saja negara-negara tetangga yang bisa tampil bersih, cantik, dan udaranya segar itu tak bisa dicapai dalam satu malam. Perlu pengawasan ketat dan penegakan aturan hukum kebersihan, keindahan, dan ketertiban (K3) yang benar-benar tegas.
Singapura di era 1950-an masih berupa bandar yang jorok, namun di bawah kepemimpinan Lee Kuan Yew sejak 1960-an, lambat laun Singapura menjadi bandar indah nan bersih. Salah satu kuncinya adalah penegakan hukum tanpa kompromi untuk kebersihan. Jadi denda tinggi bahkan hukuman bui diterapkan bagi yang meludah sembarangan, makan permen karet, tidak menyiram toilet setelah buang air, dan sebagainya. Begitu banyaknya denda bagi warga Singapura yang tak mematuhi aturan kebersihan dan ketertiban, membuat Singapura dijuluki Fine City (kota denda)
Jepang sudah sejak dini mengharuskan warganya memilahsampah. Di kota-kota Negeri Sakura itu pemerintah daerahnya selalu mengeluarkan poster dan kalender khusus yang mengatur jadwal pembuangan sampah setiap tahun. Keluarga juga menerima paket berupa buku, poster dan kalender untuk memudahkan mengingat berbagai jenis dan jadwal pembuangansampahnya.
Begitu suatu acara selesai warganya otomatis mengumpulkansampah dan memilahnya, lalu membuang sampah berdasarkan jenisnya, minimal pemisahan sampah organik dan anorganik.
Apakah Jepang dahulu jorok dan kotor? Tentu di awal-awal menjadi negara industri antara 1920- 1960-an Jepang relatif kurang bersih, tapi pemerintahnya sudah mengampanyekan hidup bersih. Saat pertama kali Jepang menggelar Olimpiade pada 1964, kampanye kebersihan dan penegakan hukum untuk hidup bersih makin gencar. Hasilnya Jepang hingga kini benar-benar bersih.
Mendidik warga sadar kebersihan memang harus dengan pendidikan yang sistematis dan penegakan hukum yang tegas. Satu lagi warga harus "dipaksa" untuk memilah sampah dan hidup bersih. Untuk itu pemerintah harus jadi panutan.

SUMBER: http://jabar.tribunnews.com/2016/02/27/mendidik-sadar-sampah

0 komentar:

Posting Komentar